Jumat, 12 April 2013

Iwak Gapit

di Surabaya, tegal, iwak Asap;di Sumatera (selatan) ikan sale; wong Cilacap biasa menyebut iwak gapitan. disurabaya, di tegal dan daerah lain, memang prosesnya di asap; biasanya, sesudah ikan dibersihkan ditempatkan di tempatkan di para-para tepat di atas panggangan; jarak bara/ api dengan para-para +/- 1/2 meter. sehingga ikan matang secara pelahan karena panas dari asap, tidak heran kalo ikan asap cenderung berwarna coklat kehitaman. demikian pula ikan sale dari Sumatera; ikan sale di asap hingga kering sehingga tahan lama.
lain halnya iwak gapitan; sebelumnya ikan ini dipotong-potong (jika ikan besar) sebesar 2 atau 3 jari, kemudian di gapit (dijepit) dengan bambu yang sudah disiapkan untuk itu, diikat ujung gapitannya baru kemudian dipanggang (bukan di asap) seperti orang membakar sate sampai setengah matang (tidak gosong) sehingga aromanya adalah aroma ikan panggang bukan aroma asap. iwak gapitan biasa dimasak dengan ditumis bersama cabai hijau, atau digulai atau mangut. iwak gapitan ini biasanya diproses (panggang) pada malam hari untuk dijual kepasar pada pagi harinya.  untuk pemesanan dalam jumlah tertentu bisa di diproses pada siang hari agar bisa dikirim pada sore hari. iwak gapitan ini diolah secara tradisional tanpa pengawet sehingga paling lama hanya bertahan 24 jam tanpa pendingin. 

 keluarga kami biasa memasaknya dengan cara di tumis bersama cabai hijau. ikan yang kami sukai adalah ikan pari, atau telor ikan;  sekali kali memilih kepala ikan bawal untuk di gulai; uasiiik...... dan seru  makan kepala ikan, bongkar-bongkar tulang untuk mendapat daging dikepala merupakan seni memakan kepala ikan.
 

jika anda penikmat ikan gapitan khas cilacap, berminat, dan berada diluar cilacap, bisa kami bantu hubungi saja 0282 548888, atau 022 70762743 dengan Sukirno. biasanya proses produksi dilakukan malam hari untuk kemudian dijual pada pagi harinya di pasar.  untuk keperluan pengiriman ke luar kota, pemesanan paling tidak harus di lakukan 3 hari sebelumnya; agar mendapatkan iwak gapitan yang kesegarannya tepat dikaitkan dengan proses delivery yang tepat.

Fadhil Bin Sukirno

Muchammad Fadhil bin Sukirno bin Eyang Nurkusaini bin Eyang Nurkasan bin Eyang Mohamad Daim bin Eyang Tajiwa bin Eyang Nur'ali bin Eyang Wisadipa bin Eyang Madanom bin Eyang Kerta Praja bin Eyang Cakra Negara.



Silsilah Keluarga Eyang Nurkasan



Selasa, 14 Juni 2011

Bayar SPP Pakai Kelapa

"Yu; ngenjang bayaran nggih".  pintaku pada "Yayu" panggilan untuk ibu. "ya kae nganah klapane de peti, nyong tek ngadang kaki Roni; ngko de slumbati sisan".

Itu dialog aku dengan Ibuku ketika masih sekolah di SMEA. membayar SPP / bulanan sekolah adalah hal utama yang harus dipikirkan untuk dapat mengenyam pendidikan; apalagi untuk lanjutan tingkat atas. Rp 2.000,- s/d Rp 5.000,- adalah jumlah yang sangat besar; setara dengan 20 s/d 30 butir  kelapa atau setara 20 kg beras.

Pemasukan satu-satunya adalah menjual hasil bumi; maka jangankan ratusan ribu; untuk mengumpulkan sepuluh ribupun tak terbayangkan dari  mana harus diperoleh. Saat itu upah kerja perhari (Kuli Bangunan) +/- Rp 350 s/d 500 per hari.
Teringat ketika tamat SMEP sebelum masuk SMEA ada selang waktu beberapa bulan karena adanya perubahan kalender pendidikan. Waktu tersebut aku gunakan untuk ikut nguli bangunan disekolah SMEA dimana nantinya aku akan sekolah. Seminggu aku dapat duit Rp 1800,- jadi SPP setara dengan 2 minggu bayaran kuli harian.
Boro-boro uang jajan; uang pegangan untuk cadangan keadaan darurat pun  ga punya. Pernah suatu saat ban sepedanya bocor masih di Bandengan (Jl. Dr Sutomo); maka satu-satunya jalan adalah jalan kaki sambil nuntun sepeda; beruntung banyak temen yang nawari boncengan sepeda; sehingga tidak terlalu capai walau sambil nuntun sepeda. kenapa ? yang pertama tidak punya uang; kedua bengkel sepeda tidak semudah sekarang.

Maka bersyukurlah kalau sekarang kesekolah sudah sangat-sangat mudah dan dipermudah; sepeda motor, jumlah sekolah yang banyak dan relatif mendekat;dan masih banyak kemudahan-kemudahan yang lain.
Manfaatkan waktu usia sekolah dengan sebaik-baiknya, setinggi sekolah yang mampu diraih, karena ilmu adalah modal untuk memperoleh drajat yang tinggi disisi Allah dan dihadapan Manusia.

Semoga Anak keturunan Eyang Nurkasan menjadi ahli ilmu, anak keturunan yang membanggakan orang tua dan pendahulunya; karena ilmu / ajaran para pendahulunya bermafaat, sehingga pahalanya mengalir kepada semua yang menularkan ilmunya.

Jumat, 06 Mei 2011

Ngarah Keong Bersma Bapak (Eyang Kusen)

Bapak pada sampai era tahun 75 adalah peternak bebek, ketika itu kami klas 4 atau lima SD. Suatu hari saya di ajak mencari siput (keong) untuk umpan Bebek.  Pagi itu saya di ajak bersepeda ke arah kota cilacap, sampailah saya suatu tempat dekat dengan Kilang minyak yang baru dibangun. Orang kampung saya bilang Pelur (mungkin nama pemborong Proyek Kilang Minyak Cilacap) proyek pertamina cilacap. Belakangan saya tahu nama daerah tempat saya mencari keong tersebut adalah daerah Rawa Pasung. Disana dibelakang proyek pertamina terbentang luas sawah; disitulah saya sepanjang pematang berjalan dan membongkok sambil membolak balik rumput, jerami busuk atau apa saja yang diperkirakan menjadi tempat sembunyi atau bersemayamnya keong-keong.
Tidak terasa perjalanan mengelilingi  pematang telah begitu jauh dari tempat semula mulai turun kesawah, tempat sepeda butut, karatan, tanpa rem, tanpa sparkboard (penutup ban), dan paslin yang pada kering disetiap porosnya; sehingga ketika bergerak, dari poros stang muncul suara kreiet-kriet.
Dari kejauhan kelihatan sepeda kami hanya nampak stangnya saja; sengaja Bapak menutupi sepeda dengan dedaunan supaya rodanya tidak kepanasan; yang bisa berakibat fatal; meledak atau kempes lantaran  pentilnya semakin lonyod.
Kepis ukuran sedang sudah mulai penuh dengan keong,  panas matahari begitu menyengat, sehingga tenggorokan terasa kering, bibir terasa sulit untuk membuka lantaran lidah tidak lagi mampu membasahi bibir.
Kulihat Bapak terpaut jarak  empat atau lima kotak sawah; beliau memberi isyarat untuk mendekat; saya jalan terseok-seok karena pematang terlalu kecil, disana sini banyak tumpukan rumput yang dikumpulkan dari sawah yang disiangi (diwatun), apalagi haus dan perut sudah sejak tadi bunyi; pertanda minta diisi. Kumasukan keong hasil saya ngumpulin kedalam kandi (karung plastik) yang dibawa Bapak. Saya pikir Bapak akan mengajak pulang, setelah aku menyatukan keong hasil tangkapanku; ternyata Bapak berjalan ke arah yang menjauh dari posisi sepeda di pinggir jalan. Aku  terpaksa mengambil jalan pematang yang lain dipersimpangan berikutnya untuk mencari keong. Perut makin terasa lapar, lutut mulai gemetaran; aku terduduk di pematang, sebentar kemudian aku berjalan menuju sepeda  sambil sesekali memungut keong. aku tengok, mendongak kearah sepeda ternyata tempat sepeda gak kelihatan tertutup pepohonan, mungkin kebun Singkong.
Untuk sampai ke tempan nyimpan sepeda terasa lama sekali, padahal aku tidak lagi perdulikan keong yang nampak sekalipun dekat nempel di pematang; karena gemetran dan haus taktertahankan.
sambil menunggu bapak datang, saya duduk-duduk di perengan pinggir jalan. ketika bapak datang aku di ajak beli makanan; ketika itu adanya ondol-ondol (sunda : Misro), gorengan Dage, tahu brontak (tahu isi, gehu).
Meskipun udah kenyang makan dan minum, badan masih terasa gemeter. akhirnya kami pulang dengan membawa sekarung keong sekitar  waktu asar.

Semoga jerih payah dan perjuangan hidup, untuk menafkahi keluarga diterima Allah sebagai amal ibadah.
Ya Allah ampuni segala dosanya, sayangi dia dan maafkanlah dia. aamiin.

Kamis, 14 April 2011

haul peringatan 4 th wafatnya Eyang Kusen

Hari Selasa dan Rabu 19 Januari 2010, diselenggarakan peringatan 4 tahun wafatnya eyang kusen. acara peringatan bersamaan acara haul kyai ... pendiri dan para sesepuh pondok pesantren Ploso Jawatimur sekaligus temu alumni Santri Pondok Pesantren Ploso se Ex Karesidenan Banyumas.

Dalam acara tersebut juga diselenggarakan semakan AlQur'an selama dua hari;  para Penghafal Qur'an menghafal dengan disimak oleh hadirin. Menghafal alQur'an dari bada subuh sampai asar tamat satu qur'an. Subhanallah.

Acara diakhiri dengan do'a untuk para pendahulu, shohibul hajat, pada hadirin dan tausiyah.

Rabu, 13 April 2011

Eyang Nurkasan Kolektor Benda Pusaka

Saya masih ingat, setiap selasa kliwon,  yang mengeluarkan semua simpanan pusakanya.
Yang bersarung (wrangka) dan pegangan (garan) semua dilepas satu persatu, kemudian di tata dalam sebuah tlumpak (wadah semacam lesung dari kayu) yang sudah berisi air dan jeruk nipis.
Keris-keris (keris, tumbak, pedang panjang), direndam dalam tlumpak sampai beberapa hari. Jumlah benda pusakanya buanyak sekali (mungkin mencapai ratusan).

Saya selalu di ajak untuk membersihkan satu-persatu keris-keris itu, sambil diajari cara memegangnya. memegang keris atau tumbak harus dari pangkalnya tidak boleh dipegang dari pucuknya dan harus hati-hati jangan sampai menggores kulit. pucuknya dijaga jangan mengarah ke diri tapi ke arah lain.
setelah selesai dimandikan (diwarangi), di jemur kemudian dipasang satu persatu garan dan wrangkanya kembali.

Yang saya salut, adalah Eyang  hapal dengan satu persatu keris pusakanya, namanya, pasangan garan dan wrangkanya.
Saya tidak tahu kemana larinya semua benda benda pusaka itu; sekarang pusaka-pusaka itu hanya tinggal beberapa.